Bercumbu Di Prau





Bercumbu di Prau

 
Dieng, tanah tinggi di wonosobo ini menyimpan begitu banyak keindahan. Mulai dari kawah sikidang, telaga warna, candi, ataupun puncak sikunir. Tapi ada satu tempat lagi yang membuat saya datang ke Dieng, Prau.
***

Suasana idul fitri masih terasa, meski seminggu telah berlalu. Hiruk pikuk stasiun senen masih ramai dengan para pemudik yang hendak pulang ke kampung halamannya. KA Mantap Lebaran mulai bergerak meninggalkan Jakarta tepat pukul 22.30 menuju Kutoarjo. Saya lebih memilih untuk tidur selama di kereta walau hanya “tidur ayam”. Kurang lebih 6 jam akhirnya kami tiba di Purwokerto, entry point saya menuju Wonosobo.



                Karena masih dalam suasana lebaran beruntung ada angkot yang stand by hingga pukul 04.00. sampai di terminal banyak pilihan menuju Wonosobo, mulai dari bis-bis besar tujuan Semarang sampai bis ukuran kecil langsung menuju Wonosobo. Saya memilih bis kecil dengan tarif 25.000 (tarif lebaran) dengan pertimbangan lebih cepat. 


Setelah menunggu bis tersisi penuh, bis melaju membelah Bumi Ayu terus hingga menyisir tepian Sungai Serayu. Setelah 3 jam melewati jalan berkelok-kelok bis memasuki Wonosobo, untuk ke Dieng bisa turun di terminal atau di pertigaan kenteng. Saya memilih turun di kenteng karena lebih cepat tanpa harus masuk lebih jauh ke dalam kota. Perjalanan dilanjutkan dengan angkot menuju polsek, di dekat polsek banyak bis-bis menuju Dieng. Bisa dibilang short cut daripada harus ke terminal. Disini Saya menemui teman dari komunitas gunung di Wonosobo, sekedar bersilaturahmi dan menggali informasi seputar Prau.





                  Bis terisi penuh dengan penumpang, perlahan-lahan meninggalkan Wonosobo. Udara sejuk mulai menghampiri begitu lepas dari kota, untuk menuju Prau saya cukup bilang turun di Desa Petak Banteng yang merupakan pos pendakian menuju Prau. Sekitar dua jam akhirnya bis menurukan saya di Petak Banteng, cukup kebingungan karena tak ada rombongan pendaki lain atau tanda-tanda jalur pendakian Gunung Prau. “Malu bertanya sesat di Jalan”, sepertinya ini berlaku ketika saya hanya melihat sekeliling tanpa bertanya. Setelah bertanya dengan warga sekitar saya diarahkan ke kantor desa, ternyata pos pendakian ada di belakang kantor tersebut. Di Pos tersebut diwajibkan mengisi form pendaftaran pendakian dan bayar retribusi seikhlasnya. Setelah diarahkan oleh Mas Ato mengenai jalur pendakian, pukul 12.00 saya memulai pendakian.  


            Jalur pendakian Prau cukup jelas, hanya perlu waktu kurang lebih 2-3 jam untuk sampai ke padang savana Prau dan tambah 15 menit untuk menuju puncak tertinggi prau. Pukul 15.00 saya sudah tiba di puncak bayangan prau, disini spot terbaik untuk menikmati Sindoro-Sumbing-Merbabu-Merapi dalam sekali pandang, sungguh indah.

Dieng dilihat dari Jalur Pendakian Prau
 
Gunung-gunung di Jawa Tengah
Gunung Prau hari itu cukup sepi hanya ada dua kelompok pendaki, saya benar-benar menikmati suasana di Prau, begitu sunyi. Baru sabtu malam banyak rombongan pendaki dari sekitar Wonosobo mulai mendaki Prau. Suasana berubah jadi lebih ramai dan ceria, saling bertegur sapa atau sekedar bertukar kopi dengan rokok. Karena cuaca tak terlalu bagus untuk melihat bintang, setelah puas berbincang-bincang saya memilih untuk tidur.


Cahaya Kuning mulai menyeruak dari peraduan pagi itu, saya, Mufli, dan Said bergegas mencari spot terbaik untuk menikmati sunrise, walau dinginnya tak seperti kalimati, semeru tetap saja gigi menggeretak menahan dingin. Rokok saya bakar sekedar untuk lebih menghangatkan perbincangan pagi itu.

Cahaya Kuning




Pukul 09.00 saya mulai bergegas untuk turun, setelah packing dan membersihkan sampah yang saya bawa, pukul 10.00 pagi saya sudah tiba kembali di Pos Petak Banteng. Setelah memberitahukan bahwa saya sudah turun ke petugas, kami mencari tempat untuk beristirahat sambil menikmati rica-rica penganan khas Dieng. Sebenarnya saya  sendiri tidak terlalu “ngoyo” mengunjungi tempat wisata di Dieng karena keterbatasan waktu, namun karena ada ojeg yang mampu meyakinkan kami bahwa bisa mengunjungi semua spot kecuali Sikunir dalam waktu 1 jam, kami sepakat naik ojeg seharga 50 ribu untuk 3 orang. Alhasil 1 motor harus dinaiki 4 orang, lumayan cukup jadi perhatian wisatawan.

  


Puas menikmati Telaga Warna dan Candi, saya bergegas menuju Wonosobo dan disini Said lebih memilih naik bis menuju Jakarta. Saya dan Mufli langsung menuju Purwokerto. Pukul 15.00 tiba di Purwokerto, tujuan utama saya adalah Cirebon karena terlanjur beli tiket Cirex, cukup rumit memang rute kepulangan saya. Purwokerto-Cirebon bisa ditempuh dalam waktu 3-4 jam, pas menurut saya karena cirex Cirebon-Jakarta berangkat pukul 20.00. Pukul 18.30 saya masih berada di daerah Tegal dan cukup was-was juga. Di terminal Cirebon jam tangan menunjukan pukul 19.30, satu-satunya cara adalah naik ojeg untuk menuju Stasiun Cirebon. Setelah serba terburu-buru saya bisa duduk di bangku Cirex 5 menit sebelum keberangkatan, lega.


Dini hari sekitar pukul 01.00 saya tiba di rumah dan langsung beristirahat karena pagi saya harus berangkat kerja kembali. Dari segi waktu memang tidak puas bila berpergian serba terburu-buru, tapi karena terbatasnya waktu liburan apa daya semua serba instant. Walau begitu saya cukup puas menikmati keindahan Gunung Prau, mungkin jika ada waktu saya akan berkunjung kembali.

Komentar